12.5.10

LES ENFANTS DE TIMPELBACH – A REVIEW

This Christmas, they're getting their comeuppance!

Pada suatu kesempatan, pacar saya mengajak saya untuk menonton film di Festival Film Prancis Bandung. Kebetulan saya memang suka menonton dan film-film Prancis yang saya tonton tidak ada yang mengecewakan, jadi dengan semangat saya memenuhi ajakannya. Film yang di putar totalnya ada empat film, tetapi sayang sekali saya hanya sempat untuk menonton satu film saat itu. Dan film yang saya tonton adalah film memiliki resume menarik keluaran 2008, Les Enfants de Timpelbach (Anak-Anak dari Timpelbach).

Film ini menceritakan tentang anak-anak dari desa Timpelbach yang rata-rata kenakalannya sudah tidak bisa ditolerir lagi. Mereka sangat gemar membuat kekacauan dan mengganggu para orang dewasa. Sampai akhirnya para orang dewasa (termasuk orang tua dari anak-anak tersebut) habis kesabarannya dan memutuskan untuk memberikan anak-anak itu sebuah hukuman. Para orang dewasa akan pergi dari desa selama satu hari penuh, sehingga dalam desa tersebut hanya ada anak-anak. Sayangnya saat hendak pulang, para orang dewasa ini tiba-tiba ditangkap sekelompok prajurit sehingga anak-anak tersebut harus bertahan tanpa orang dewasa lebih lama dari yang mereka kira.

Untuk penyutradaraan serta naskah skenario, tidak ada yang spesial. Tetapi saya sangat suka idenya. Sebuah desa tanpa orang tua, bisa anda bayangkan itu ? Mungkin cerita ini bermula dari sebuah pertanyaan, “apa yang akan terjadi bila ada orang tua yang tega meninggalkan anaknya sendirian tanpa pengawasan ?”. Ternyata dari kalimat sependek itu dapat keluar ide ini. Desa dan kostumnya yang diset sebagai desa antah-berantah sangat manis sebagai gambaran desa kecil. Saya sangat suka settingnya, lucu ! :D

Banyak anak kecil disini, yang saya kira tidak usah saya bahas kemampuan aktingnya, bermain dengan sangat manis. Well, pada dasarnya saya sangat suka dengan anak kecil, jadi sangat menyenangkan melihat tingkah lucu bocah-bocah tersebut di layar. Dan saya memang sering sekali tertawa gemas sepanjang film gara-gara tingkah mereka. Tetapi saya kurang setuju saat mereka mencoba berakting untuk menjadi lebih dewasa. Saya pribadi memang mengasihani pribadi bocah yang bertingkah lebih tua dari umurnya. Dan ada lagi beberapa hal yang sangat saya sayangkan dari film ini, yaitu adanya adegan perang antar anak-anak yang benar-benar memakai aksi pukul-memukul dan penggambaran tindakan rebel anak-anak yang ingin cepat dewasa dibawa terlalu jauh oleh Nicolas Bary (sang sutradara). Saya pikir ini bisa menjadi salah satu pilihan film keluarga, tetapi saya langsung menghapus pikiran itu di saat-saat terakhir. Adanya adegan pukul-memukul (literally) antar anak-anak saya rasa bukan adegan yang baik untuk ditonton anak-anak. Apalagi adegan anak-anak yang sedang minum bir di bar sambil berjudi, bahkan menggoda lawan jenis layaknya orang dewasa.

Ada dua bonus besar yang saya dapat dari film ini. Pertama, munculnya Gerard Depardeu di penghujung film ! Hahaha. Saya suka dengan beliau semenjak menonton Asterix dan Obelix, dan saya sudah lama tidak melihat beliau dalam film. Jadi itu kejutan kecil untuk saya. Dan yang kedua, ada bocah super ganteng di film ini. Supergantenggapakebohong. Hahaha. Saya berulangkali bergumam memuji kegantengan bocah ini sepanjang film (sampai akhirnya merasa norak sendiri dan meyakinkan diri sendiri kalau saya bukan lolita complex). Wahai Martin Jobert, akan saya tunggu kau sedikit dewasa dan (semoga) bisa menembus pasar internasional jadi setidaknya saya bisa melihatmu di film berikutnya. :D

Rate By Me : 6 out of 10

No comments: